Neuropati Diabetikum
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat. Dahulu perubahan neurologis ini dianggap sebagai efek sekunder karena perubahan vasa nervosum. Sampai akhirnya Thomas dan Lascelles menemukan bahwa jarang sekali terjadi perubahan pada sistem vaskuler lokal yang mendarahi saraf. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Neuropaty terjadi hampir pada 50% pasien diabetes, berdampak pada defisit fungsi sensori. Destruksi serabut saraf kecil memulai terhadap nyeri diabetes neuropati dan hampir sering disertai dengan disturbansi sensorik dan memacu progresi kearah ulkus kaki. Proses ini akan menyebabkan Charcot kaki dan beberapa komplikasi lain.
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanik, kemis, maupun termis, keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren. Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.
Patogenesis
Patogenesis neuropati diabetikum belum diketahui jelas. Ada beberapa teori yang beredar seperti teori metabolik, radikal bebas, autoimun, dan neurotrophic growth factor. Pada teori metabolik, hiperglikemia menjadi ’biang keladi’ utama. Hiperglikemia mengakibatkan peningkatan glukosa intraselular dalam saraf sehingga memicu saturasi pada jalur glikolitik normal. Glukosa yang berlebih akan masuk ke dalam jalur polyol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldose reduktase dan sorbitol dehidrogenase. Akumulasi sorbitol dan fruktosa menyebabkan berkurangnya saraf myoinositol melalui mekanisme yang belum jelas. Meskipun terjadi penurunan aktivitas membran Na+/K+ ATPase, kerusakan transport aksonal, dan kerusakan struktur saraf. Akhir dari semua itu adalah terganggunya perambatan potensial aksi saraf.
Reactive oxygen species (ROS) merupakan radikal bebas dimana pada DM terbentuk dari mekanisme glikolisasi (advanced glycosylation end product), jalur polyol, aktivasi protein kinase C, aktivasi MAPK, dan dalam mitokondria. ROS merusak mikrovaskular melalui beberapa cara yaitu penebalan membran basalis, trombosis pada arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM yang meliputi makroangiopati dan mikroangiopati. Peningkatan stress oksidatif menyebabkan kerusakan endotel vaskular dan mengurangi bioavaibilitas nitrit oksida. Nitrit oksida yang berlebihan akan memicu terbentuknya peroxynitrit dan merusak endotelium dan saraf. Proses itu dikenal dengan stress nitrosative.
Dugaan autoimun berperan dalam neuropati diabetik karena dalam sebuah populasi pasien DM ditemukan antineural antibodies yang beredar dan secara langsung dapat merusak saraf motorik dan sensorik yang dapat dideteksi dengan imunofluoresens indirek. Berkurangnya neurotrophic growth factors, defisiensi asam lemak esensial, dan terbentuknya hasil akhir glikosilasi yang menumpuk di pembuluh darah endoneurial juga mengurangi aliran darah endoneurial dan hipoksia saraf.
Klasifikasi Neuropati Diabetikum
Berdasarkan perjalanan penyakit, neuropati diabetik berawal muncul sebagai akibat perubahan biokimiawi dimana belum terdapat kelainan patologik dan masih reversible. Fase itu dikenal dengan neuropati fungsional (subklinis). Selanjutnya, ketika gejala sudah dapat dikeluhkan oleh pasien berarti kerusakan sudah melibatkan struktur serabut saraf, namun masih terdapat komponen yang reversible. Fase itu disebut neuropati struktural (klinis). Kerusakan struktural yang dibiarkan begitu saja lama kelamaan akan mencapai tahap akhir yaitu kematian neuron yang sifatnya irreversible. Di sisi lain, berdasarkan serabut saraf yang terkena, neuropati diabetik dibagi 2 yaitu neuropati sensorimotor dan neuropati otonom.
Neuropati Sensorimotor
Kerusakan pada saraf sensori biasanya pertama kali mengenai akson terpanjang, menimbulkan pola kaos kaki dan sarung tangan (stocking-and-glove distribution). Kerusakan pada serabut saraf kecil akan mengganggu persepsi pasien terhadap sensasi suhu, raba halus, pinprick, dan nyeri. Sedangkan pada serabut saraf besar, pasien dapat kehilangan sensasi getar, posisi, kekuatan otot, diskriminasi tajam-tumpul, dan diskriminasi dua titik. Di samping itu, pasien dapat mengeluh nyeri paha bilateral disertai atrofi otot iliopsoas, quadriceps dan adduktor. Secara objektif, kita dapat menilai adanya gangguan sensori sesuai segmen L2, L3, dan L4. Sementara itu, elektromiografi (EMG) memperlihatkan gambaran poliradikulopati.
Neuropati otonom
Neuropati otonom umumnya ditemukan pada pasien yang menderita diabetes jangka lama. Neuropati otonom terjadi pada 40 % kasus setelah menderita DM lebih dari 10 tahun. Apabila kasus asimtomatik dimasukkan, maka jumlahnya mencapai 50 %. Distribusi saraf otonom cukup luas. Saraf otonom memelihara sistem dan organ-organ tubuh internal seperti sistem kardiovaskular, gastrointestinal, urogenital, termoregulasi dan okular. Bersama dengan kelenjar endokrin, aktivitas saraf otonom diperlukan untuk menjaga kestabilan lingkungan termis dan biokimiawi internal tubuh yang disebut homeostasis. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa komplikasi neuropati otonom dapat mempengaruhi fungsi banyak sistem dan organ dan dapat sangat membahayakan penderita, seandainya melibatkan sistem kardiovaskular.
Pada ekstremitas bawah, neuropati otonom dapat menyebabkan arteriovenosus shunting, dan dapat juga menyebabkan vasodilatasi di arteri-arteri kecil. Anormalitas pada neuropati otonom juga bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas kelenjar keringat di kaki. Perubahan ini pada kaki pasien diabetik akan menyebabkan kulit kering dan timbul fisura yang menjadi predisposisi terhadap infeksi kaki. Neuropati motorik di kaki menyebabkan lemahnya otot-otot intrinsik kecil, yang secara klasikal disebut “ intrinsicminus” kaki. Hal ini akan memicu adanya ketidakseimbangan muskular dengan tanda yang khas yaitu fleksi pada plantar kakil. Kepentingan gangguan otot-otot instrinsik pada caput metatarsal dan digiti berperan sebagai ftitik tekanan pada kaki dengan kemungkinan iritasi dari terhadap sepatu atau peralatan lain yang dipakai dikaki,sebagai salah satu penyebab ulkus kaki diabetik.
Pasien diabetik mengalami kerentanan terhadap abnormalitas musculoskeletal kaki, seperti neuropati atropi (kaki charcot’s). Neuropati artropi ditandai dengan kronik, progresif, proses degeneratif dari 1 atau lebih sendi dan ditandai dengan pembengkakan, perdarahan, peningkatan suhu, perubahan tulang dan instabilitas sendi. Polineuropati simetrikal pada bagian distal merupakan sebuah komplikasi dari diabetes dan berperan sebagai penyebab utama ulkus kaki diabetes dan berdampak pada bagian sensorik dan motorik sistem saraf tepi. Hasil penelitian terbaru menyebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara neuropati dengan atropi otot pada tungkai bawah pada pasien diabetes.
Senin, 19 Desember 2011
Selasa, 01 Maret 2011
Diabetes dan Atrofi Otak
Pendahuluan
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem saraf merupakan satu dari dua sistem kontrol pada tubuh, yang lain adalah sistem endokrin. Secara umum, sistem saraf mengkoordinasikan respons-respons yang cepat, sementara sistem endokrin mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi dari pada kecepatan. Sistem saraf terdiri dari susunan/sistem saraf pusat (SSP), yang mencakup otak dan korda spinalis, dan sistem saraf perifer, yang mencakup serat-serat saraf yang membawa informasi ke (divisi aferen) dan dari (divisi eferen) SSP. Pusat dari semua pengaturan sistem saraf berada pada otak. Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini bersifat menahun alias kronis, dan penderitanya dari semua lapisan umur serta tidak membedakan orang kaya ataupun miskin.
Dunia mengenal dua jenis DM yaitu diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Fakta menunjukkan angka insiden dan prevalensi cenderung merangkak naik, terutama diabetes melitus DM tipe 2. Tak hanya di negara berkembang tapi juga di negara maju. Di Indonesia, WHO memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien DM hampir 3 kali lipat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta tahun 2030. DM tipe 1 disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh menghasilkan hormon insulin sehingga mutlak diperlukan insulin dari luar. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas yang diperantarai sistem imun. Sedangkan DM tipe 2 yang ditemui pada 90% dari seluruh kasus DM disebabkan oleh ketidakefektifan atau ketidakcukupan insulin dalam memperantarai pemasukan glukosa ke dalam jaringan.
Permasalahan pada DM tidak hanya terkait dengan gula darah yang tinggi tetapi komplikasi atau penyulit yang dapat timbul. Beberapa di antaranya adalah makroangiopati (melibatkan pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak), mikroangiopati (retinopati diabetik dan nefropati diabetik), serta neuropati. Neuropati adalah hilang rasa akibat gangguan pada saraf yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel neuron yang sifatnya irriversible.
Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postpradial, arterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati. Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melitus melibatkan pembuluh-pembuluh darah kecil (Mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh darah sedang dan besar (Makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik yang menyerang kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit. Ditinjau dari sudut histokimia lesi ini ditandai dengan penimbunan glikoprotein. selain itu senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi berupa arterosklerosis.
Berdasarkan etiologinya DM dibagi menjadi DM tipe I dan DM tipe II. DM tipe I disebabkan oleh faktor genetik, immunologis dan lingkungan, sedangkan DM tipe II disebabkan oleh faktor usia, obesitas, riwayat keluarga dan patofisiologis. Pada penderita DM insulin memegang peranan penting dalam pengaturan kadar glukosa darah. Insulin adalah hormon yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas. Perubahan kadar glukosa dalam plasma mengakibatkan penyesuaian sekresi insulin untuk mengembalikan kadar glukosa pada rentang yang normal. Guyton and Hall (2006) menyatakan insulin memegang peranan penting dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Pembagian Sistem Saraf
Sistem saraf tersusun dari berjuta-juta sel saraf. Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi).
Sel saraf sensori berfungsi menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet). Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
Sedangkan sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya. Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul membentuk ganglion atau simpul saraf.
Otak
Otak diperlengkapi oleh beberapa perangkat pelindung, yang penting karena neuron tidak dapat membelah diri untuk mengganti sel yang rusak. Otak tersususun dari sel-sel glia membentuk jaringan ikat di dalam SSP serta menunjang neuron secara fisik dan metabolik. Otak dibungkus dalam tiga lapisan membran protektif (meninges) dan juga dikelilingi oleh pembungkus tulang yang keras. Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut.
1. Durameter; merupakan selaput yang kuat dan bersatu dengan tengkorak.
2. Araknoid; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Didalamnya terdapat cairan serebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela-sela membran araknoid. Fungsi selaput araknoid adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3. Piameter. Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan permukaan otak. Agaknya lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme.
Cairan serebrospinalis mengalir di dalam dan di sekitar otak dan berfungsi sebagai bantalan bagi otak terhadap getaran. Proteksi terhadap cedera kimiawi dilaksanakan oleh sawar darah otak yang membatasi akses zat-zat di dalam darah ke otak. Otak bergantung pada pasokan darah konstan untuk penyampaian O2 dan glukosa karena otak tidak dapat menghasilkan ATP apabila kedua zat tersebut tidak tersedia. Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea).
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba).
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian korteksdan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.
a. Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
Gambar. Otak dengan bagian-bagian penyusunnya.
2. Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
Gambar. Otak dan kegiatan-kegiatan yang dikontrolnya
3. Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
4. Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
5. Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
6. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motor.
Hubungan Otak dan Diabetes Mellitus
Otak merupakan pusat terletaknya kelenjar yang menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu kelenjar hipofisis disebut master glandula. Pankreas adalah salah satu organ endokrin dibawah pengaruh hipofisis. Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini berfungsi mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk disimpan. Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit diabetes. Selain menghasilkan insulin, pankreas juga menghasilkan hormon glukagon yang bekerja antagonis dengan hormon insulin.
Pasien DM tipe 2 yang ternyata tidak hanya mengalami komplikasi terhadap pembuluh darahnya tetapi juga mempunyai komplikasi terhadap otaknya. Hal ini dibuktikan dari sebuah penelitian yang dilakukan di USA dan baru-baru ini dimuat di jurnal Diabetes Care edisi ke-30 tahun 2007, yang berhasil mengevaluasi efek regional di otak yang terjadi pada pasien DM tipe 2 yang berhubungan dengan pada volume jaringan otak dan regulasinya terhadap aliran darah di otak. Pada kasus DM kondisi yang harus senantiasa dijaga terhadap morbiditasnya adalah faktor komplikasi vaskulernya. Pada DM biasanya diikuti adanya kerusakan pada fungsi endotel dan permeabilitas dan sawar darah otak yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan sirkulasi serta metabolisme pada otak. Pada penelitian terhadap DM tipe 1 menunjukkan bahwa korteks di area temporal-frontal dan area periventrikuler pada daerah otak yang berwarna putih pada pasien DM akan mengalami gangguan. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan komputerisasi tomografi emisi proton (SPECT) yang memperlihatkan adanya perubahan aliran darah otak akibat kondisi hiperglikemi yang bersifat kronik. Dari hasil hipotesis yang dikemukakan pada pasien dengan DM tipe 2 sangat berhubungan dengan penyakit mikrovaskuler yang bermanisfestasi sebagai hiperintensitas dari area putih dan aliran darah di otak yang mengalami disregulasi. Serta diperlihatkan adanya bagian sel neuron yang hilang terutama pada area frontal dan temporal.
Pada penderita DM Lemak dalam tubuh disimpan dalam jaringan adiposa yang terdapat di hampir seluruh bagian tubuh. Penyimpanan lemak pada jaringan terkait dengan kerja sistem hormon. Tingginya kadar lemak di jaringan adiposa merupakan ciri penderita obesitas. Dampak utamanya adalah gangguan pada sistem regulasi hormon. Salah satunya adalah disfungsi pada hormon pertumbuhan (GH/Growth Factor) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari di otak. Proses metabolisme dari GH dipengaruhi oleh Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1). Dalam kerjanya, IGF-1 mesti berikatan terlebih dahulu dengan reseptornya di membran sel, yaitu reseptor IGF-1. Pada penderita obesitas, jumlah reseptor IGF-1 di tiap sel adiposanya berkurang. Karena reseptor IGF-1 juga merupakan reseptor untuk insulin, maka kekurangan reseptor ini juga berakibat negatif pada regulasi hormon insulin. Tubuh merespons kekurangan reseptor IGF-1 dengan cara memproduksi secara berlebih hormon insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia menyebabkan reseptor IGF-1 di sel selain sel adiposa menjadi rusak. Kerusakan terjadi karena pengaturan kerja insulin menjadi kacau untuk sel-sel tersebut.
Reseptor insulin atau reseptor IGF-1 merupakan glikoprotein dengan struktur tetramerik, yaitu terdiri dari empat rantai polipeptida (22) yang distabilkan oleh ikatan disulfida. Terikatnya insulin pada rantai reseptor ini menyebabkan perubahan konformasi atau bentuk reseptor dan mengaktifkan fosforilasi dari rantai. Perubahan ini mengaktifkan tirosin kinase, suatu enzim yang terikat pada ujung rantai. Enzim tirosin kinase yang teraktifkan akan memicu transmisi sinyal intraseluler yang memfosforilasi senyawa-senyawa protein lain, salah satunya adalah insulin-receptor substrate -1 (IRS-1). Fosforilasi dari IRS-1 akan menghasilkan sinyal sekunder yang berperan dalam menstimulasi sistem transportasi glukosa sehingga akhirnya glukosa dari darah dapat dimasukkan ke dalam sel dalam jumlah banyak. Dengan adanya kerusakan pada reseptor insulin atau reseptor IGF-1, maka ikatan antara insulin-reseptor tidak terjadi. Aktivitas tirosin kinase juga hilang dan transmisi sinyal tidak terjadi. Hal ini mengakibatkan keseimbangan glukosa dan glikogen terganggu walaupun terdapat insulin dalam tubuh. Glukosa dalam tubuh akan terakumulasi di darah sehingga mengakibatkan Diabetes melitus tipe 2 (Non-Insulin Dependent Diabetes).
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem saraf merupakan satu dari dua sistem kontrol pada tubuh, yang lain adalah sistem endokrin. Secara umum, sistem saraf mengkoordinasikan respons-respons yang cepat, sementara sistem endokrin mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi dari pada kecepatan. Sistem saraf terdiri dari susunan/sistem saraf pusat (SSP), yang mencakup otak dan korda spinalis, dan sistem saraf perifer, yang mencakup serat-serat saraf yang membawa informasi ke (divisi aferen) dan dari (divisi eferen) SSP. Pusat dari semua pengaturan sistem saraf berada pada otak. Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit ini bersifat menahun alias kronis, dan penderitanya dari semua lapisan umur serta tidak membedakan orang kaya ataupun miskin.
Dunia mengenal dua jenis DM yaitu diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Fakta menunjukkan angka insiden dan prevalensi cenderung merangkak naik, terutama diabetes melitus DM tipe 2. Tak hanya di negara berkembang tapi juga di negara maju. Di Indonesia, WHO memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien DM hampir 3 kali lipat dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta tahun 2030. DM tipe 1 disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh menghasilkan hormon insulin sehingga mutlak diperlukan insulin dari luar. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas yang diperantarai sistem imun. Sedangkan DM tipe 2 yang ditemui pada 90% dari seluruh kasus DM disebabkan oleh ketidakefektifan atau ketidakcukupan insulin dalam memperantarai pemasukan glukosa ke dalam jaringan.
Permasalahan pada DM tidak hanya terkait dengan gula darah yang tinggi tetapi komplikasi atau penyulit yang dapat timbul. Beberapa di antaranya adalah makroangiopati (melibatkan pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak), mikroangiopati (retinopati diabetik dan nefropati diabetik), serta neuropati. Neuropati adalah hilang rasa akibat gangguan pada saraf yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel neuron yang sifatnya irriversible.
Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postpradial, arterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati. Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melitus melibatkan pembuluh-pembuluh darah kecil (Mikroangiopati) dan pembuluh-pembuluh darah sedang dan besar (Makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik yang menyerang kapiler dan arteriol retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot dan kulit. Ditinjau dari sudut histokimia lesi ini ditandai dengan penimbunan glikoprotein. selain itu senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologi berupa arterosklerosis.
Berdasarkan etiologinya DM dibagi menjadi DM tipe I dan DM tipe II. DM tipe I disebabkan oleh faktor genetik, immunologis dan lingkungan, sedangkan DM tipe II disebabkan oleh faktor usia, obesitas, riwayat keluarga dan patofisiologis. Pada penderita DM insulin memegang peranan penting dalam pengaturan kadar glukosa darah. Insulin adalah hormon yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas. Perubahan kadar glukosa dalam plasma mengakibatkan penyesuaian sekresi insulin untuk mengembalikan kadar glukosa pada rentang yang normal. Guyton and Hall (2006) menyatakan insulin memegang peranan penting dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Pembagian Sistem Saraf
Sistem saraf tersusun dari berjuta-juta sel saraf. Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi).
Sel saraf sensori berfungsi menghantar impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet). Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
Sedangkan sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan sel saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya. Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul membentuk ganglion atau simpul saraf.
Otak
Otak diperlengkapi oleh beberapa perangkat pelindung, yang penting karena neuron tidak dapat membelah diri untuk mengganti sel yang rusak. Otak tersususun dari sel-sel glia membentuk jaringan ikat di dalam SSP serta menunjang neuron secara fisik dan metabolik. Otak dibungkus dalam tiga lapisan membran protektif (meninges) dan juga dikelilingi oleh pembungkus tulang yang keras. Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut.
1. Durameter; merupakan selaput yang kuat dan bersatu dengan tengkorak.
2. Araknoid; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang labah-labah. Didalamnya terdapat cairan serebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela-sela membran araknoid. Fungsi selaput araknoid adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3. Piameter. Lapisan ini penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan permukaan otak. Agaknya lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme.
Cairan serebrospinalis mengalir di dalam dan di sekitar otak dan berfungsi sebagai bantalan bagi otak terhadap getaran. Proteksi terhadap cedera kimiawi dilaksanakan oleh sawar darah otak yang membatasi akses zat-zat di dalam darah ke otak. Otak bergantung pada pasokan darah konstan untuk penyampaian O2 dan glukosa karena otak tidak dapat menghasilkan ATP apabila kedua zat tersebut tidak tersedia. Otak dan sumsum tulang belakang mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. Badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea).
2. Serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba).
3. Sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di dalam sistem saraf pusat.
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian korteksdan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan bagian korteks berupa materi putih.
Otak mempunyai lima bagian utama, yaitu: otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil (serebelum), sumsum sambung (medulla oblongata), dan jembatan varol.
a. Otak besar (serebrum)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreativitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
Gambar. Otak dengan bagian-bagian penyusunnya.
2. Otak tengah (mesensefalon)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
Gambar. Otak dan kegiatan-kegiatan yang dikontrolnya
3. Otak kecil (serebelum)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
4. Jembatan varol (pons varoli)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
5. Sumsum sambung (medulla oblongata)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
6. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Pada penampang melintang sumsum tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu. Pada penampang melintang sumsum tulang belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi atas sayap atas disebut tanduk dorsal dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan impuls motor keluar dari sumsum tulang belakang melalui tanduk ventral menuju efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung (asosiasi konektor) yang akan menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf motor.
Hubungan Otak dan Diabetes Mellitus
Otak merupakan pusat terletaknya kelenjar yang menghasilkan bermacam-macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu kelenjar hipofisis disebut master glandula. Pankreas adalah salah satu organ endokrin dibawah pengaruh hipofisis. Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini berfungsi mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen untuk disimpan. Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit diabetes. Selain menghasilkan insulin, pankreas juga menghasilkan hormon glukagon yang bekerja antagonis dengan hormon insulin.
Pasien DM tipe 2 yang ternyata tidak hanya mengalami komplikasi terhadap pembuluh darahnya tetapi juga mempunyai komplikasi terhadap otaknya. Hal ini dibuktikan dari sebuah penelitian yang dilakukan di USA dan baru-baru ini dimuat di jurnal Diabetes Care edisi ke-30 tahun 2007, yang berhasil mengevaluasi efek regional di otak yang terjadi pada pasien DM tipe 2 yang berhubungan dengan pada volume jaringan otak dan regulasinya terhadap aliran darah di otak. Pada kasus DM kondisi yang harus senantiasa dijaga terhadap morbiditasnya adalah faktor komplikasi vaskulernya. Pada DM biasanya diikuti adanya kerusakan pada fungsi endotel dan permeabilitas dan sawar darah otak yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan sirkulasi serta metabolisme pada otak. Pada penelitian terhadap DM tipe 1 menunjukkan bahwa korteks di area temporal-frontal dan area periventrikuler pada daerah otak yang berwarna putih pada pasien DM akan mengalami gangguan. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan komputerisasi tomografi emisi proton (SPECT) yang memperlihatkan adanya perubahan aliran darah otak akibat kondisi hiperglikemi yang bersifat kronik. Dari hasil hipotesis yang dikemukakan pada pasien dengan DM tipe 2 sangat berhubungan dengan penyakit mikrovaskuler yang bermanisfestasi sebagai hiperintensitas dari area putih dan aliran darah di otak yang mengalami disregulasi. Serta diperlihatkan adanya bagian sel neuron yang hilang terutama pada area frontal dan temporal.
Pada penderita DM Lemak dalam tubuh disimpan dalam jaringan adiposa yang terdapat di hampir seluruh bagian tubuh. Penyimpanan lemak pada jaringan terkait dengan kerja sistem hormon. Tingginya kadar lemak di jaringan adiposa merupakan ciri penderita obesitas. Dampak utamanya adalah gangguan pada sistem regulasi hormon. Salah satunya adalah disfungsi pada hormon pertumbuhan (GH/Growth Factor) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari di otak. Proses metabolisme dari GH dipengaruhi oleh Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1). Dalam kerjanya, IGF-1 mesti berikatan terlebih dahulu dengan reseptornya di membran sel, yaitu reseptor IGF-1. Pada penderita obesitas, jumlah reseptor IGF-1 di tiap sel adiposanya berkurang. Karena reseptor IGF-1 juga merupakan reseptor untuk insulin, maka kekurangan reseptor ini juga berakibat negatif pada regulasi hormon insulin. Tubuh merespons kekurangan reseptor IGF-1 dengan cara memproduksi secara berlebih hormon insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia menyebabkan reseptor IGF-1 di sel selain sel adiposa menjadi rusak. Kerusakan terjadi karena pengaturan kerja insulin menjadi kacau untuk sel-sel tersebut.
Reseptor insulin atau reseptor IGF-1 merupakan glikoprotein dengan struktur tetramerik, yaitu terdiri dari empat rantai polipeptida (22) yang distabilkan oleh ikatan disulfida. Terikatnya insulin pada rantai reseptor ini menyebabkan perubahan konformasi atau bentuk reseptor dan mengaktifkan fosforilasi dari rantai. Perubahan ini mengaktifkan tirosin kinase, suatu enzim yang terikat pada ujung rantai. Enzim tirosin kinase yang teraktifkan akan memicu transmisi sinyal intraseluler yang memfosforilasi senyawa-senyawa protein lain, salah satunya adalah insulin-receptor substrate -1 (IRS-1). Fosforilasi dari IRS-1 akan menghasilkan sinyal sekunder yang berperan dalam menstimulasi sistem transportasi glukosa sehingga akhirnya glukosa dari darah dapat dimasukkan ke dalam sel dalam jumlah banyak. Dengan adanya kerusakan pada reseptor insulin atau reseptor IGF-1, maka ikatan antara insulin-reseptor tidak terjadi. Aktivitas tirosin kinase juga hilang dan transmisi sinyal tidak terjadi. Hal ini mengakibatkan keseimbangan glukosa dan glikogen terganggu walaupun terdapat insulin dalam tubuh. Glukosa dalam tubuh akan terakumulasi di darah sehingga mengakibatkan Diabetes melitus tipe 2 (Non-Insulin Dependent Diabetes).
Langganan:
Postingan (Atom)