Neuropati Diabetikum
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat. Dahulu perubahan neurologis ini dianggap sebagai efek sekunder karena perubahan vasa nervosum. Sampai akhirnya Thomas dan Lascelles menemukan bahwa jarang sekali terjadi perubahan pada sistem vaskuler lokal yang mendarahi saraf. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Neuropaty terjadi hampir pada 50% pasien diabetes, berdampak pada defisit fungsi sensori. Destruksi serabut saraf kecil memulai terhadap nyeri diabetes neuropati dan hampir sering disertai dengan disturbansi sensorik dan memacu progresi kearah ulkus kaki. Proses ini akan menyebabkan Charcot kaki dan beberapa komplikasi lain.
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanik, kemis, maupun termis, keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren. Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.
Patogenesis
Patogenesis neuropati diabetikum belum diketahui jelas. Ada beberapa teori yang beredar seperti teori metabolik, radikal bebas, autoimun, dan neurotrophic growth factor. Pada teori metabolik, hiperglikemia menjadi ’biang keladi’ utama. Hiperglikemia mengakibatkan peningkatan glukosa intraselular dalam saraf sehingga memicu saturasi pada jalur glikolitik normal. Glukosa yang berlebih akan masuk ke dalam jalur polyol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldose reduktase dan sorbitol dehidrogenase. Akumulasi sorbitol dan fruktosa menyebabkan berkurangnya saraf myoinositol melalui mekanisme yang belum jelas. Meskipun terjadi penurunan aktivitas membran Na+/K+ ATPase, kerusakan transport aksonal, dan kerusakan struktur saraf. Akhir dari semua itu adalah terganggunya perambatan potensial aksi saraf.
Reactive oxygen species (ROS) merupakan radikal bebas dimana pada DM terbentuk dari mekanisme glikolisasi (advanced glycosylation end product), jalur polyol, aktivasi protein kinase C, aktivasi MAPK, dan dalam mitokondria. ROS merusak mikrovaskular melalui beberapa cara yaitu penebalan membran basalis, trombosis pada arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM yang meliputi makroangiopati dan mikroangiopati. Peningkatan stress oksidatif menyebabkan kerusakan endotel vaskular dan mengurangi bioavaibilitas nitrit oksida. Nitrit oksida yang berlebihan akan memicu terbentuknya peroxynitrit dan merusak endotelium dan saraf. Proses itu dikenal dengan stress nitrosative.
Dugaan autoimun berperan dalam neuropati diabetik karena dalam sebuah populasi pasien DM ditemukan antineural antibodies yang beredar dan secara langsung dapat merusak saraf motorik dan sensorik yang dapat dideteksi dengan imunofluoresens indirek. Berkurangnya neurotrophic growth factors, defisiensi asam lemak esensial, dan terbentuknya hasil akhir glikosilasi yang menumpuk di pembuluh darah endoneurial juga mengurangi aliran darah endoneurial dan hipoksia saraf.
Klasifikasi Neuropati Diabetikum
Berdasarkan perjalanan penyakit, neuropati diabetik berawal muncul sebagai akibat perubahan biokimiawi dimana belum terdapat kelainan patologik dan masih reversible. Fase itu dikenal dengan neuropati fungsional (subklinis). Selanjutnya, ketika gejala sudah dapat dikeluhkan oleh pasien berarti kerusakan sudah melibatkan struktur serabut saraf, namun masih terdapat komponen yang reversible. Fase itu disebut neuropati struktural (klinis). Kerusakan struktural yang dibiarkan begitu saja lama kelamaan akan mencapai tahap akhir yaitu kematian neuron yang sifatnya irreversible. Di sisi lain, berdasarkan serabut saraf yang terkena, neuropati diabetik dibagi 2 yaitu neuropati sensorimotor dan neuropati otonom.
Neuropati Sensorimotor
Kerusakan pada saraf sensori biasanya pertama kali mengenai akson terpanjang, menimbulkan pola kaos kaki dan sarung tangan (stocking-and-glove distribution). Kerusakan pada serabut saraf kecil akan mengganggu persepsi pasien terhadap sensasi suhu, raba halus, pinprick, dan nyeri. Sedangkan pada serabut saraf besar, pasien dapat kehilangan sensasi getar, posisi, kekuatan otot, diskriminasi tajam-tumpul, dan diskriminasi dua titik. Di samping itu, pasien dapat mengeluh nyeri paha bilateral disertai atrofi otot iliopsoas, quadriceps dan adduktor. Secara objektif, kita dapat menilai adanya gangguan sensori sesuai segmen L2, L3, dan L4. Sementara itu, elektromiografi (EMG) memperlihatkan gambaran poliradikulopati.
Neuropati otonom
Neuropati otonom umumnya ditemukan pada pasien yang menderita diabetes jangka lama. Neuropati otonom terjadi pada 40 % kasus setelah menderita DM lebih dari 10 tahun. Apabila kasus asimtomatik dimasukkan, maka jumlahnya mencapai 50 %. Distribusi saraf otonom cukup luas. Saraf otonom memelihara sistem dan organ-organ tubuh internal seperti sistem kardiovaskular, gastrointestinal, urogenital, termoregulasi dan okular. Bersama dengan kelenjar endokrin, aktivitas saraf otonom diperlukan untuk menjaga kestabilan lingkungan termis dan biokimiawi internal tubuh yang disebut homeostasis. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa komplikasi neuropati otonom dapat mempengaruhi fungsi banyak sistem dan organ dan dapat sangat membahayakan penderita, seandainya melibatkan sistem kardiovaskular.
Pada ekstremitas bawah, neuropati otonom dapat menyebabkan arteriovenosus shunting, dan dapat juga menyebabkan vasodilatasi di arteri-arteri kecil. Anormalitas pada neuropati otonom juga bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas kelenjar keringat di kaki. Perubahan ini pada kaki pasien diabetik akan menyebabkan kulit kering dan timbul fisura yang menjadi predisposisi terhadap infeksi kaki. Neuropati motorik di kaki menyebabkan lemahnya otot-otot intrinsik kecil, yang secara klasikal disebut “ intrinsicminus” kaki. Hal ini akan memicu adanya ketidakseimbangan muskular dengan tanda yang khas yaitu fleksi pada plantar kakil. Kepentingan gangguan otot-otot instrinsik pada caput metatarsal dan digiti berperan sebagai ftitik tekanan pada kaki dengan kemungkinan iritasi dari terhadap sepatu atau peralatan lain yang dipakai dikaki,sebagai salah satu penyebab ulkus kaki diabetik.
Pasien diabetik mengalami kerentanan terhadap abnormalitas musculoskeletal kaki, seperti neuropati atropi (kaki charcot’s). Neuropati artropi ditandai dengan kronik, progresif, proses degeneratif dari 1 atau lebih sendi dan ditandai dengan pembengkakan, perdarahan, peningkatan suhu, perubahan tulang dan instabilitas sendi. Polineuropati simetrikal pada bagian distal merupakan sebuah komplikasi dari diabetes dan berperan sebagai penyebab utama ulkus kaki diabetes dan berdampak pada bagian sensorik dan motorik sistem saraf tepi. Hasil penelitian terbaru menyebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara neuropati dengan atropi otot pada tungkai bawah pada pasien diabetes.